SMK N 1 SRAGI

Selasa, 09 Agustus 2016

HARI SUCI DALAM AGAMA HINDU

Materi Pembelajaran : Hari Suci 

A. Pengertian Hari Suci Keagamaan 
Hari suci atau rerahinan adalah hari yg diperingati atau di istimewakan berdasarkan kenyakinan bahwa hari itu mempunyai makna bagi kehidupan seseorang/masyarakat karena pengaruhnya dan karna nilai-nilai didalamnya. Bila peringatan hari suci itu dilakukan secara rutin maka acara itu disebut Rerahinan atau sehari-hari. Bila kita pelajari acara rerahinan ini maka hari-hari suci itu ada pada siklus tertentu, dan mempunyai hari puncak dimana hari puncak itu akan kembali kehari permulaan. Hari suci yang dirayakan oleh seluruh umat disebut hari raya atau rerahinan gumi (jagat). Sedangkan hari suci yang dirayakan oleh kelompok-kelompok tertentu disebut dengan nama odalan atau piodalan. Piodalan atau pawedalan berasal dari kata Wedal yang artinya lahir. Jadi pawedalan atau piodalan merupakan hari suci untuk memperingati kelahiran sesuatu (bukan manusia) atau hari jadi suatu Pura (Karena piodalan biasanya ditujukan untuk tempat suci atau sesuatu lainnya seperti Hari suci Galungan disebut sebagai hari pawedalan jagat. 

B. Perhitungan Hari Suci 
Untuk menentukan hari suci, didasarkan atas beberapa perhitungan, diantaranya Wewaran, Pawukon, penanggal, panglong, dan sasih. Hal ini banyak dijelaskan didalam Wariga yaitu pedoman untuk mencari ala-ayuning (baik-buruknya) hari atau dewase. Berbagai macam proses, prinsip dan ketentuan yang melatarbelakangi perhitungan dan pelaksanaan atau perayaan hari-hari suci agama Hindu. Adapun dasar perhitungan yang dimaksud seperti : 
1. Sistem perhitungan wara, yaitu perhitungan yang didasarkan atas adanya wewaran, misalnya perpaduan antara Tri Wara dengan Panca Wara dan Sapta Wara. 
2. Sistem perhitungan wuku, yaitu perhitungan hari Suci yang didasarkan atas pawukon, yakni dai wuku sinta sampai dengan watugunung. 
3. Sistem pranatamasa, yaitu perhitungan hari suci yang didasarkan atas sasih. 
4. Sistem tithi, yaitu perhitungan hari suci yang dihubungkan dengan peredaran bulan, seperti purnama dan tilem. 
5. Sistem naksatra, yaitu hari suci yang dirayakan berdasarkan perhitungan musim atau yang bersifat musiman. 
6. Sistem yoga, yaitu hari suci yang dirayakan berdasarkan perhitungan letak letak tata surya atau planet-planet angkasa. Mengingat keberadaan planet-planet tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan terutama manusia. 
7. Sistem karana, yaitu hari suci yang dirayakan berdasarkan perhitungan pertemuan antar bulan dengan matahari. 

C. Jenis-Jenis Hari Suci 
Ada dua jenis upacara hari suci, yaitu : 
1. Nitya karma adalah upacara yang dilaksanakan pada hari suci yang bersifat rutin dan umum untuk dilakukan oleh semua umat Hindu. Seperti yadnya sesa atau ngejot. 
2. Naikmitika karma adalah upacara yang bersifat relatif, dilaksanakan menurut tujuan secara khusus dan oleh siapa saja tanpa terikat waktu. Seperti dewa yadnya dan manusa yadnya. 

D. Proses Perayaan Hari Suci
a. Hari Raya Nyepi 
Hari raya Nyepi atau tahun baru Saka merupakan hari raya umat Hindu yng dirayakan setiap tahun baru sekali yang merupakan peringatan tahun baru saka yang jatuh pada tanggal apisan (1) sasih kedasa dan hari raya Nyepi ini telah diakui sebagai hari libur nasional mulai tahun 1983. Berikut rangkaian hari raya Nyepi: 
1. Melasti berasal dari kata Mala = kotoran/ leteh, dan Asti = membuang/ memusnakan. Melasti merupakan rangkaian upacara Nyepi yang bertujuan untuk membersihkan segala kotoran badan dan pikiran (buana alit), dan amertha) bagi kesejahtraan manusia. Pelaksanaan melasti ini biasanya dilakukan dengan membawa arca, pretima, barong yang merupakan simbolis untuk memuja manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa diarak oleh umat menuju laut atau sumber air untuk memohon pembersihan dan tirta amertha (air suci kehidupan). 
2. Tawur Agung/Tawur Kesanga atau Pecaruan dilaksanakan sehari menjelang Nyepi yang jatuh tepat pada Tilem Sasih Kesanga. Pecaruan atau Tawur dilaksanakan catuspata pada waktu tengah hari. Filosofi Tawur adalah sebagai berikut tawur artinya membayar atau mengembalikan sari–sari alam yang telah dihisap dan digunakan manusia. Sehingga terjadi keseimbangan maka sari–sari alam itu dikembalika dengan upacara Tawur/Pecaruan yang dipersembahkan kepada Butha sehingga tidak mengganggu manusia melainkan bisa hidup secara harmonis (Butha Somya). Filosofi tawur dilaksanaka pada catuspata menurut Perande Made Gunung agar kita selalu menempatkan diri ditengah alias selalu ingat akan posisi kita, jati diri kita, dan perempatan merupakan lambang tapak dara, lambang keseimbangan, agar kita selalu menjaga keseimbanga dengan atas (Tuhan), bawah (Alam Lingkungan), kiri kanan (Sesama Manusia). 
 3. Nyepi jatuh pada Penanggal Apisan Sasih Kedasa (Tanggal 1 Bulan ke 10 Tahun Caka). Umat Hindu merayakan Nyepi selama 24 jam. Umat diharapkan melaksanakan Catur Brata Penyepian yaitu: 
• Amati Geni Tidak boleh menyalakan api. Amati geni mempunyai makna ganda yaitu tidak melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan menghidupkan api. Disamping itu juga merupakan upaya mengendalikan sikap perilaku agar tidak dipegaruhi oleh api amarah (kroda) dan api serakah (loba). 
• Amati Lelanguan Artinya tidak boleh bersenang – senang atau menikmati hiburan. Amati lelanguan yang dimaksud merupakan kegiatan seseorang mulat sarira atau nawas diri. 
• Amati Karya Artinya tidak boleh bekerja. Amati karya bermakna gada yang artinya tidak bekerja dimaknai sebagai kesempatan untuk mengevaluasi kerja kita apakah aktifitas kerja itu sudah berlandaskan dharma atau sebaliknya. Kerja yang baik (subha karma) dapat menolong manusia terhindar dari penderitaan. Hal yang perlu dilakukan adalah tapa, brata, yoga, dan Samadhi. 
• Amati Lelungan Artinya tidak boleh bepergian. Amati lelungan merupakan salah satu dari empat brata penyepian yang berfungsi sebagai evaluasi diri dan sebagai sumber pengendalian diri. 4. Ngembak Geni berasal dari kata ngembak yang berarti mengalir dan geni yang berarti api yang merupakan symbol dari Brahma (Dewa Pencipta) maknanya pada hari ini tapa berate yang kita laksanakan selama 24 jam (Nyepi) hari ini bisa diakhiri dan kembali beraktifitas seperti biasa, memulai hari yang baru untuk berkarya dan mencipta alias berkreatifitas kembali sesuai swadharma/kewajiban masing – masing. Ngembak geni biasanya diisi dengan kegiata mengunjungi kerabat atau saudara untuk bertegur sapa dan bermaaf – maafan. 

b. Hari Raya Galungan 
Hari raya Galungan diperingati setiap 210 hari sekali yang jatuh pada hari rabu kliwon wuku Dungulan. Hari raya Galungan ini juga disebut sebagai Hari Pawedalan Jagat mengandung makna untuk pemujaan Ida Sanghyang Widhi wasa karena telah menciptakan dunia dengan segala isinya. Selain itu juga Hari raya Galungan merupakan hari kemenangan Dharma melawan Adharma. Hari raya Galungan diperkirakan ada di Indonesia sejak abad XI. Hal ini didasarkan antara lain : Kidung Panji Malat Rasmi dan Pararaton Kerajaan Majapahit. Perayaan semacam ini di India disebut Sraddha Wijaya Dasani Di Bali sebelum Pemerintahan Raja Sri Jaya Kesunu perayaan Galungan pernah tidak dilaksanakan oleh karena Raja-raja pada jaman itu tidak memperhatikan upacara Keagamaan.Hal tersebut berakibat kehidupan rakyat sangat tidak aman serta penderitaan dimana-mana serta umur Raja-raja berumur pendek. Kemudian setelah Raja Sri Jaya Kesunu naik tahta dan mendapatkan pewarah-warah dari Bhatari Durga atas permohonannya maka Galungan kembali dirayakan dengan suatu ketetapan tidak ada galungan batal dilaksanakan. Adapun proses dan runtutan perayaannya adalah: 
1. Tumpek Wariga merupakan proses awal dalam melaksanakan Hari Raya Galungan yakni tepat 25 hari sebelumnya yang jatuh tepat pada Hari Sabtu Kliwon Wuku Wariga. Tumpek ini juga sering disebut dengan Tumpek Pengatag, Tumpek Pengarah, Tumpek Uduh atau Penguduh. Adapun makna dari Tumpek Wariga tersebut adalah memohon keselamatan kepada semua tumbuh-tumbuhan agar dapat hidup dengan sempurna dan dapat memberikan hasil untuk bekal merayakan Galungan. 
2. Hari Sugihan Jawa dirayakan setiap 210 hari atau 6 bulan sekali pada hari Kamis Wage wuku Sungsang tepat 6 hari sebelum hari Galungan. Perayaan Sugihan Jawa bermakna memohon kesucian terhadap Bhuwana Agung (Alam semesta). 
3. Hari Sugihan Bali dirayakan juga setiap 6 bulan sekali pada hari Jumat Kliwon wuku Sungsang yaitu 5 hari Galungan,sehari setelah Sugihan Jawa.cuma bedanya untuk hari sugihan Bali memohon keselamatan terhadap Bhuwana Alit atau diri masing-masing perorangan. 
4. Hari Penyekeban. Pada hari penyekeban yang jatuh pada Minggu Paing wuku Dungulan atau 3 hari sebelum Galungan. Hari Penyekeban bagi masyarakat umum dimaknai sebagai hari penyekeban buah-buahan yang akan dipakai sarana persembahyangan. Sehingga tepat di Hari Galungan nanti diharapkan semua buah-buahan sudah masak. Tetapi secara Epistemologi Hari Penyekeban bermakna menyekeb atau pengendalian diri, karena diyakini pada hari ini Sang Tiga Wisesa Kala mulai turun menggoda kemampuan serta keyakinan manusia. Hal ini disebutkan “Anyekung Jnana Suaha Nirmala agar terhindar dari Godaan-godaan. 
5. Hari Penyajaan Galungan jatuh pada Senen/Soma Pon wuku Dungulan 2 hari sebelum Galungan. Pada hari ini dipergunakan sebagai hari persiapan membuat jajan bagi masyarakat umum. Dan juga diyakini pada hari ini turunnya sang Bhuta Dungulan untuk menguji kesungguhan hati Umat Hindu didalam menyambut Hari besar Galungan. Patut diwaspadai pada hari ini akan banyak godaan-godaan menguji kesabaran manusia. 
6. Hari Penampahan Galungan jatuh pada Selasa/Anggara Wage wuku dungulan sehari sebelum Hari Raya Galungan. Pada hari ini bagi para Bapak-bapak melaksanakan pemotongan hewan, membuat sate, lawar dan lain sebagainya. Sedangkan bagi Ibu-ibu dan remaja putri metanding/mengatur sesajen/bebantenan yang akan dipergunakan esok harinya. Patut diwaspadai pula pada hari ini diyakini turunnya Bhuta Amangkurat yang akan menggoda manusia dimuka bumi. Hindari pertengkaran di hari ini. Pada sore harinya seluruh anggota keluarga melaksanakan upacara Biyakala serta membuat Penjor. 
7. Hari raya Galungan jatuh pada hari Rabu/Buda Kliwon wuku dungulan, merupakan Puncak Upacara peringatan Kemenangan Dharma melawan Adharma. Pada hari ini seluruh Umat Hindu melaksanakan persembahyangan ditempat-tempat suci seperti Pura, Candi dan sebagainya sebagai wujud kebahagiaan telah melalui masa-masa godaan oleh sang Bhuta Dungulan. 
8. Hari Peraridan Guru jatuh pada hari Sabtu/Saniscara Pon Wuku Dungulan. Pada hari ini semua umat Hindu mensucikan diri dengan mandi di Pantai serta sumber mata air dilanjutkan memohon keselamatan dengan makan sisa Yajnya berupa Tumpeng Guru bersama seluruh anggota keluarga. 
9. Hari Raya Kuningan juga merupakan runtutan dari hari raya Galungan dimana datangnya 10 hari setelah hari raya Galungan. Hari Kuningan merupakan hari Pertahanan/Kekuatan/Hari Pahlawan. Pada hari Kuningan juga seluru umat Hindu melaksanakan persembahyangan di tempat-tempat suci seperti halnya hari raya Galungan. Akan tetapi disarankan pada hari ini Umat melaksanakan persembahyan sebelum matahari condong ke Barat. Dengan kata lain tidak disarankan melaksanakan persembahyan di Sore hari. Sarana upakara yang dipergunakan pada hari Kuningan melambangkan kesemarakan dan kemeriahan terdiri dari berbagai macam jejahitan yang memiliki simbol alat-alat perang diantaranya Tamiyang kolem,Endongan wayang-wayang dan lain sebagainya. 
10. Budha Kliwon Pegatuakan jatuh pada hari Buda/Rabu Kliwon Wuku Pahang. Pegatuakan memiliki dua suku kata yakni Pegat dan Uwakan yang artinya Pegat=Putus dan Uwakan=Bebas. Jadi arti dari hari Pegatuakan ini adalah Hari kebebasan dari pantangan-pantangan yang berlaku dari mulainya runtutan perayaan Hari raya Galungan dan Kuningan. Seperti diketahui, mulai sejak wuku Sungsang hingga Wuku Pahang terutama Wuku Dungulan hingga Buda Kliwon wuku Pahang,disebut “nguncal balung”. Nguncal=Melempar,membuang,melepas dan Balung=Tulang. Jadi arti kata nguncal balung merupakan dilepaskannya sifat-sifat Kala dari Sanghyang Kala Tiga baik dalam wujud Purusa (Kala Rudra) maupun dalam wujud Pradhana(Dhurga Murti)sehingga kembali dalam keadaan Somia/Tenang. Pada hari ini juga seluru sarana upakara hari Galungan dan Kuningan di prelina/disaag seperti halnya Penjor dicabut serta hiasannya dibakar dan abunya ditanam dipekarangan rumah. 

E. Prinsip-Prinsip Pokok Hari Suci Keagamaan 
Pemujaan atau penghormatan kepada Ida Sang Hyang Widhi dengan segala manifestasinya di selenggarakan dengan yadnya. Pelaksaan yadnyta tersebut sudah memiliki ketentuan seperti dalam lontar Sundhari Gama. Hal ini diatur menjadi 5 bagian, yaitu : 
1. Hari raya atau Yadnya yang dilakukan setiap hari. 
2. Hari raya berdasarkan pertemuan tri wara dan panca wara. 
3. Hari raya berdasarkan pertemuan sapta wara dan panca wara. 
4. Hari raya berdasarkan pawukon. 
5. Hari raya berdasarkan sasih. 
a. Hari Raya /Yadnya Yang Dilakukan Setiap Hari. Sesuai dengan namanya, yadnya ini di lakukan setiap hari. Contohnya para sulinggih melakukan Surya Sewana, umat hindu melakukan Tri Sandya, Tapa Yadnya, Yoga Yadnya, Swadhyaya Yadnya dan Dyana Yadnya. Selain itu yang terpenting adalah Yadnya sesa. Yadnya sesa adalah Yadnya yang dilakukan setiap habis memasak dan d tujukan pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala kekuatannya. 
b. Hari Raya Berdasarkan pertemuan Tri Wara dan Panca Wara. Kajeng Kliwon adalah hari raya berdasarkan pertemuan Tri wara dan Panca wara. Karena kejeng adalah bagian dari Tri wara (Pasah,Beteng,Kajeng) dan Kliwon merupakan bagian dari Panca Wara (Umanis, Pahing, Pon, Wage, Kliwon). Ketika kajeng dan kliwon bertemu, maka di sebutlah hari raya kajeng kliwon yang datangnya 15 hari sekali. 
c. Hari Raya Pertemuan Sapta Wara dan Panca Wara. Anggara Kliwon, Budha Wage, Saniscara Kliwon(tumpek) adalah hari raya berdasarkan pertemuan Sapta wara dan Panca wara. Karena anggara,budha, dan saniscara adalah bagian dari sapta wara sedangkan kliwon dan wage adalah bagian dari panca wara. 
d. Hari Raya Berdasarkan Pawukon. Budha Kliwon Dungulan(Galungan) adalah salah satu contoh hari raya berdasarkan wuku. Karena hanya pada wuku Dungulan tersebut pada hari pertemuan Budha dan kliwon di sebut hari raya Galungan. Jika ada pertemuan budha dan kliwon di wuku yang lain tidak bisa di katakan hari raya Galungan. 
e. Hari Raya Berdasarkan Sasih Siwa Ratri adalah salah satu contoh hari raya berdasarkan sasih. Karena pada hari Siwaratri hanya di rayakan pada Purwaning sasih kapitu. Tidak mungkin hari raya Siwa Ratri di rayakan di purnawing sasih lainnya. 

F. Penentuan Hari Baik/Buruknya 
Berdasarkan perhitungan Hindu Wewaran merupakn salah satu unsur yang membangun sistem wariga yng akan melahirkan pedewasaan yang baik untuk suatu kegiatan dan tidak baik untuk kegiatan yang lain. Berikut adalah sifat-sifat wewaran: 
1. Ekawara : Luang berarti tunggal (kosong) 
2. Dwiwara : Menga berarti terbuka (terang), Pepet berarti tertutup (gelap) 
3. Triwara : Pasah/Dora berarti tersisih, baik untuk Dewa Yadnya, Beteng/Waya berarti makmur, baik untuk Manusia Yadnya, Kajeng/Byantara berarti tekanan tajam, baik untuk Bhuta Yadnya. 
4. Caturwara : Sri berarti kemakmuran, Laba berarti berhasil (pemberian), Jaya berarti kemenangan (unggul), Mandala berarti sekitar (daerah), mencapai kemakmuran 
5. Pancawara : Umanis berarti rasa, Paing berarti cipta, Pon berarti idep, Berarti Angen, Kliwon berarti Budhi 
6. Sadwara : Tungleh berarti tak kekal, Aryang berarti kurus, Urukung berarti Punah, Paniron berarti gemuk, Was berarti kuat, Maulu berarti membiak 
7. Saptawara : Redite berarti soca menanam semua yang beruas, Soma berarti bungkah menanam umbi-umbian, Anggara berarti godhong menanam sayur-sayuran daun, Buda berarti kembang menanam semua jenis bunga, Wraspati, berarti wija menanam yang menghasilkan biji, Sukra berarti woh menanam buah-buahan, Saniscara berarti pager menanam pagar atau turus 
8. Astawara : Sri berarti makmur (pengatur), Indra berarti indah (penggerak), Guru berarti tuntunan (penuntun), Yama berarti adil (peradilan), Rudra berarti peleburan, Brahma berarti pencipta, Kala berarti nilai, Uma berarti pemelihara (peneliti) 
9. Sangawara : Dangu artinya antara terang dan gelap, Jangur artinya antara jadi dan batal, Gigis artinya sederhana, Nohan artinya gembira, Ogan artinya bingung, Erangan artinya dendam, Urungan artinya batal, Tulus artinya langsung, Dadi artinya dadi 
10. Dasawara : Pandita artinya bijaksana, Pati artinya tegas/dinamis, Suka artinya gembira/periang, Duka artinya mudah tersinggung, tetapi jiwanya seni, Sri artinya kewanitaan, perasaan halus, Manuh artinya selalu taat, menurut, Manusa artinya mempunyai rasa sosial, Raja artinya mempunyai jiwa kemimpinan, Dewa artinyamempunyai budi luhur (kerokhanian), Raksasa artinya mempunyai jiwa, keras dengan tidak melakukan Pertimbangan.